HAMA PENYAKIT TANAMAN KENTANG

HAMA PENYAKIT TANAMAN KENTANG

Tanaman kentang tergolong tanaman yang sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Penanaman kentang pada musim hujan sangat rentan terhadap serangan busuk Phytophthora dan layu Fusarium. Sebaliknya, jika penanaman dilakukan pada musim kemarau, tanaman kentang rentan terhadap serangan hama thrips, ulat, dan lalat penggorok daun. Pola tanam yang tidak menggunakan sistem rotasi tanaman dan berlangsung terus-menerus dalam waktu lama menyebabkan hama penyakit tersebut kini berpotensi menggagalkan panen di segala musim. Berikut kami uraikan tentang berbagai jenis hama dan penyakit yang berpotensi menyerang tanaman kentang beserta cara pengendaliannya.

HAMA TANAMAN KENTANG

Uret Phyllophaga (Holotricia) javana

Uret dikenal juga dengan naman white grub. Bentuk binatang ini menyerupai kumbang berwarna cokelat gelap dengan panjang 2-2,5 cm. Hama ini biasanya banyak terdapat ditumpukan bahan organik yang belum difermentasi. Sehingga aplikasi pupuk kandang yang belum difermentasi juga berpotensi menjadi penyebab serangan uret. Phyllophaga (Holotricia) javana menyerang tanaman kentang dengan cara melubangi umbi yang berpotensi membuat umbi tersebut busuk. Selain itu uret juga menyerang akar tanaman, sehingga jika serangan parah dapat mengakibatkan tanaman kentang mati.

Pengendalian hama uret bisa dilakukan dengan aplikasi agensia hayati, yaitu Metarrhizium anisoplae yang bisa didapatkan di kios pertanian terdekat.

Anjing Tanah Gryllotalpa sp.

Anjing tanah atau dalam bahasa jawa dikenal dengan orong-orong memiliki kaki yang sangat kuat. Hama ini selain menyerang umbi kentang juga sering ditemukan pada tanaman padi yang masih muda. Selain itu, Gryllotalpa sp. juga banyak ditemukan menyerang tanaman sayuran lain saat masih muda. Hama ini tinggal di dalam tanah dan menyerang pada malam hari.

Untuk saat ini anjing tanah belum menjadi hama yang serius pada budidaya kentang. Tetapi jika ditemukan serangan hama tersebut, maka segera ditaburkan insektisida berbahan aktif karbofuran, dengan dosis 0,5 gram/tanaman.

Thrips tabaci

Thrips berukuran sangat kecil, kurang lebih 1 mm sehingga sulit untuk dilihat mata. Hama ini bergerak lincah dengan radius serangan hingga 1 km. Thrips menyerang tanaman dengan cara menghisap cairan daun, sehingga daun tanaman terserang tampak mengeripun dan keriting. Bagian bawah daun berwarna keperakan karena bagian dalam daun berongga setelah cairannya terhisap. Daun tua yang terserang tampak menggulung ke bagian bawah. Hama ini akan berkembang biak dengan baik dan menyerang ganas terutama pada kelembaban udara berkisar 70%. Thrips memiliki daur hidup antara 7-12 hari. Kutu muda berwarna putih, kekuningan, hingga kemerahan. Serangga dewasa memiliki dua pasang sayap kecil dan terdapat rambut pada bagian tepi tubuhnya. Bagian mulutnya berfungsi untuk menusuk dan menghisap bagian tanaman, seperti daun, bunga, buah, dan kuncup tunas.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalian serangan hama kutu daun adalah sebagai berikut :
  1. Menerapkan strip planting atau tanaman perangkap di sekeliling areal pertanaman sebagai tanaman pagar. Tanaman yang bisa digunakan sebagai tanaman perangkap adalah tanaman yang pertumbuhannya lebih tinggi dibanding tanaman utama antara lain jagung, kacang panjang, atau buncis. Tanaman perangkap ditanaman dua minggu sebelum penanaman kentang. Saat daun tanaman perangkap terserang, harus segera diambil dan dimusnahkan.
  2. Penggiliran tanaman dengan tanaman yang bukan sefamili dan tanaman inang.
  3. Sanitasi lahan, yaitu pengendalian gulma dan pemusnahan bagian tanaman terserang.
  4. Pengendalian secara organik lebih diutamakan, yaitu dengan penyemprotan insektisida nabati atau agensia hayati. Insektisida nabati dapat dibuat dari beberapa bahan nabati yang memiliki daya bunuh terhadap serangga, misalnya daun nimbau, umbi gadung, cabai, atau pohon jenu.
  5. Upaya pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif abamektin, profenofos, dimehipo, asetamiprid, atau imidakloprid. Dosis/konsentrasi penyemprotan sesuai dengan petunjuk pada kemasan.

Kutu Daun

Kutu daun yang umumnya menyerang tanaman kentang adalah Aphis gossypii, berwarna hijau kehitaman sampai kuning kecokelatan, dan Myzus persicae, sayapnya berwarna kehitaman dan tubuhnya berwana hijau, kuning, sampai merah kecokelatan. Kedua serangga ini bersifat polyfag, yaitu menyerang segala jenis tanaman, dan partenogenesis, yaitu berkembang biak secara aseksual (tanpa kawin). Kutu ini akan melahirkan nimfa dan daur hidupnya dalam jangka waktu 7-10 hari. Populasi kutu daun sangat tinggi pada kelembaban udara yang relatif rendah, terutama terjadi saat musim kemarau.

Kedua hama tersebut menyerang tanaman kentang dengan cara menghisap cairan daun atau bagian daun yang masih muda. Daun tampak keriput dan berkerut, terpelintir, dan berwana kekuningan. Tanaman terserang akan tumbuh kerdil dan pertumbuhannya terhambat. Hal yang sangat ditakutkan oleh pembudidaya kentang adalah kutu daun Aphis gossypii dan Myzus persicae merupakan serangga yang sangat aktif berperan sebagai penular virus. Serangan kutu daun berpotensi menggagalkan budidaya hingga puso.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalian serangan hama kutu daun adalah sebagai berikut :
  1. Menerapkan strip planting atau tanaman perangkap di sekeliling areal pertanaman sebagai tanaman pagar. Tanaman yang bisa digunakan sebagai tanaman perangkap adalah tanaman yang pertumbuhannya lebih tinggi dibanding tanaman utama antara lain jagung, kacang panjang, buncis, atau tanaman yang bunganya berwarna kuning karena kutu ini menyukai warna kuning. Tanaman perangkap ditanaman dua minggu sebelum penanaman kentang. Saat daun tanaman perangkap terserang, harus segera diambil dan dimusnahkan.
  2. Sanitasi lahan, yaitu pengendalian gulma dan pemusnahan bagian tanaman terserang.
  3. Pengendalian secara organik lebih diutamakan, yaitu dengan penyemprotan insektisida nabati atau agensia hayati. Insektisida nabati dapat dibuat dari beberapa bahan nabati yang memiliki daya bunuh terhadap serangga, misalnya daun nimbau, umbi gadung, atau pohon jenu. Agensia hayati yang bisa dimanfaatkan adalah Enthomopthora sp.
  4. Upaya pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif abamektin, profenofos, dimehipo, asetamiprid, atau imidakloprid. Dosis/konsentrasi penyemprotan sesuai dengan petunjuk pada kemasan.

Lalat Daun

Lalat daun atau sering disebut juga dengan istilah leafminer merupakan hama jenis penggorok yang bersifat polyfag atau menyerang beberapa tanaman. Hama ini lebih dikenal sebagai lalat penggorok daun (Lyriomyza huidobrensis). Hama Lyriomyza huidobrensis pernah merusak areal budidaya kentang di Pengalengan dan Garut. Termasuk jenis hama ganas dan berpotensi menyerang tanaman semua jenis tanaman di segala musim.

Gejala serangan tampak pada lubang-lubang kecil di permukaan daun akibat lalat dewasa menusukkan ovipositor-nya untuk meletakkan telur. Dari luka tusukan tersebut akan keluar cairan dan cairan ini akan dihisap oleh lalat sebagai makanan. Setelah telur menetas, larva atau imago akan menggorok ke dalam daun dengan cara menghisap cairan dan memakan bagian dalam daun. Pada permukaan daun akan terlihat bercak-bercak cokelat, lubang gorokan akan menyatu satu sama lain dan akhirnya daun mengering. Serangan hama lalat penggorok daun umumnya terjadi pada umur 20-35 hari atau menjelang pembentukan umbi dan berlanjut hingga fase panen. Kerusakan tanaman kentang yang diakibatkan serangan lalat Lyriomyza hudobrensis dapat mencapi 60%. Hama ini sangat berbahaya karena berperan sebagai serangga vektor penular virus. Virus berpotensi menginfeksi tanaman pada saat lalat ini menusukkan ovipositor-nya.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalian serangan hama lalat penggorok daun adalah sebagai berikut :
  1. Menanam bibit yang sehat.
  2. Menerapkan strip planting atau tanaman perangkap di sekitar areal pertanaman. Tanaman yang bisa digunakan sebagai tanaman perangkap antara lain kacang merah, atau tanaman yang bunganya berwarna kuning karena lalat ini menyukai warna kuning. Tanaman perangkap ditanaman dua minggu sebelum penanaman kentang. Saat daun tanaman perangkap terserang, harus segera diambil dan dimusnahkan. Selain cara tersebut, dapat juga dengan membuat perangkap berwarna kuning yang beri perekat. Perangkap tersebut dipasang sebanyak 100 perangkap/ha.
  3. Sanitasi lahan, yaitu pengendalian gulma dan pemusnahan bagian tanaman terserang.
  4. Pengendalian secara organik lebih diutamakan, yaitu dengan penyemprotan insektisida nabati atau agensia hayati. Insektisida nabati dapat dibuat dari beberapa bahan nabati yang memiliki daya bunuh terhadap serangga, misalnya daun nimbau, umbi gadung, atau pohon jenu. Agensia hayati yang bisa dimanfaatkan adalah Ascecode sp., Hemiptarsenus varicornis., Gronotoma sp., dan Opius sp.
  5. Upaya pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif abamektin, profenofos, dimehipo, asetamiprid, atau imidakloprid. Dosis/konsentrasi penyemprotan sesuai dengan petunjuk pada kemasan.

Ulat Penggulung

Ulat penggulung yang menyerang tanaman kentang adalah Phthorimaea operculella. Serangan ulat jenis ini banyak terjadi pada musim kemarau. Selain menyerang tanaman kentang, Phthorimaea operculella juga menyerang tanaman tembakau. Ulat ini dikenal juga dengan nama Potato Tumbermoth (PTM) dan diduga sebagai hama yang dapat mengundang datangnya serangan jamur Fusarium. Pada ketinggian 1.200 mdpl daur hidup ulat ini dapat mencapai 40 hari sehingga sangat berbahaya bagi tanaman kentang. Selain menyerang tanaman, Phthorimaea operculella juga berpotensi menyerang umbi kentang di dalam gudang. Serangga dewasa berupa kupu-kupu yang aktif pada malam hari. Kupu-kupu ini meletakkan telur yang sangat kecil di bawah daun atau di atas umbi yang tidak tertutup tanah.

Gejala serangan pada tanaman dimulai dengan adanya perubahan warna daun dari hijau menjadi merah tua. Selain itu, akan mucul jalinan menyerupai benang, di dalamnya terdapat ulat kecil berwarna abu-abu. Daun menggulung karena permukaan daun sebelah atas rusak. Serangan tidak hanya terjadi di lapangan, tetapi juga terjadi di gudang tempat penyimpanan umbi, yang ditandai dengan adanya kotoran di sekitar mata tunas.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama ulat Phthorimaea operculella adalah sebagai berikut :
  1. Usahakan tidak ada retakan tanah, karena larva ulat Phthorimaea operculella ini akan masuk melalui retakan tanah dan merusak umbi.
  2. Pembubunan harus dilakukan dengan rutin untuk mencegah serangan larva ke dalam umbi.
  3. Sanitasi kebun dengan mengendalikan gulma secara rutin.
  4. Upaya pengendalian secara organik lebih diutamakan, yaitu dengan menggunakan pestisida nabati. Atau bisa juga menggunakan pestisida biologi dengan aplikasi Bacillus thuringiensis atau Baculovirus.
  5. Pengendalian kimiawi menggunakan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo dengan dosis sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan.

Ulat Spodoptera exigua

Spodoptera exigua berwarna hijau dan berubah menjadi cokelat dengan strip kekuningan. Pupa ulat bawang terbentuk di dalam tanah akhirnya berubah menjadi kupu-kupu dengan sayap depan berwarna abu-abu gelap dan sayap belakang berwarna agak putih. Ulat ini sangat rakus dan menyerang hampir semua jenis tanaman hortikultura, sehingga penyebarannya sangat cepat. Spodoptera exigua menyerang tanaman kentang dengan cara memakan daun tanaman dimulai dari bagian tepi daun menuju bagian tengah. Pada serangan hebat, daun habis dan tanaman tampak gundul.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama ulat Spodoptera exigua adalah sebagai berikut :
  1. Sanitasi kebun dengan mengendalikan gulma secara rutin.
  2. Pengendalian secara organik lebih diutamakan, yaitu dengan menggunakan pestisida nabati. Atau bisa juga menggunakan pestisida biologi dengan aplikasi Bacillus thuringiensis atau Baculovirus.
  3. Pengendalian kimiawi menggunakan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo dengan dosis sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan.

Ulat Tanah (Agrotis epsilon)

Ulat ini disebut juga ulat pemotong, atau black cut worm. Agrotis epsilon menyerang tanaman saat masih muda dengan cara memotong pangkal batang tanaman. Hama ini tergolong hama yang aktif pada malam hari, pada siang harinya bersembunyi di dalam tanah. Larva yang baru menetas biasanya merusak jaringan daun dan setelah dewasa ulat pindah ke dalam tanah dan akan memotong tanaman yang masih muda. Serangga dewasa berupa kupu-kupu yang berwarna gelap. Daur hidup dalam satu generasi berlangsung selama 28-42 hari.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama ulat Agrotis epsilon adalah sebagai berikut :
  1. Sanitasi kebun dengan mengendalikan gulma secara rutin.
  2. Pengendalian secara organik lebih diutamakan, yaitu dengan menggunakan pestisida nabati. Atau bisa juga menggunakan pestisida biologi dengan aplikasi Bacillus thuringiensis atau Baculovirus.
  3. Pengendalian kimiawi menggunakan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo dengan dosis sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan.

Ulat Heliothis armigera

Ulat Heliothis armigera atau dikenal juga dengan nama corn earworm dapat menyerang umbi dan daun kentang. Ulat ini juga sering ditemukan pada tanaman cabai, tomat, tembakau, maupun jagung. Stadium dewasa berupa kupu-kupu berwarna kekuningan berbintik dan bergaris hitam. Hama ini dapat hidup di dataran rendah hingga dataran tinggi, yaitu di ketinggian 2.000 mdpl. Serangan ditandai dengan adanya daun maupun uymbi yang berlubang.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama ulat Heliothis armigera adalah sebagai berikut :
  1. Sanitasi kebun dengan mengendalikan gulma secara rutin.
  2. Pengendalian secara organik lebih diutamakan, yaitu dengan menggunakan pestisida nabati. Atau bisa juga menggunakan pestisida biologi dengan aplikasi Bacillus thuringiensis atau Baculovirus.
  3. Pengendalian kimiawi menggunakan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo dengan dosis sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan.

Ulat Spodoptera litura

Tubuh ulat Spodoptera litura terdapat bintik-bintik segitiga berwana hitam. Bagian sisi tubuhnya berwana hitam dan bergaris kekuningan. Pupa terdapa di bawah permukaan tanah. Ulat ini dikenal juga dengan nama ulat grayak atau ulat tentara, karena menyerang secara bergerombol. Ulat menyerang daun tanaman hingga tinggal epidermis saja sehingga daun tampak seperti meranggas. Bersifat polyfag dan tergolong hama yang sangat ganas. Pada tanaman cabai, Spodoptera litura tidak hanya menyerang daun tanaman saja, tetapi buah cabai pun ikut diserang.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama ulat Spodoptera litura adalah sebagai berikut :
  1. Sanitasi kebun dengan mengendalikan gulma secara rutin.
  2. Pengendalian secara organik lebih diutamakan, yaitu dengan menggunakan pestisida nabati. Atau bisa juga menggunakan pestisida biologi dengan aplikasi Bacillus thuringiensis atau Baculovirus.
  3. Pengendalian kimiawi menggunakan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo dengan dosis sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan.

Kumbang Kentang (Epilachna sp.)

Hama Epilachna sp. dikenal juga dengan nama potato beetle yang menyerang tanaman dari famili Solanaceae seperti tomat, terong, tembakau, cabai, maupun Physalis angulata atau sejenis ciplukan. Sosok serangga ini menyerupai kepik dengan warna kecokelatan dan berbintik hitam. Jumlah bintik pada tubuhnya sangat bervariasi, yaitu antara 12-16 totol.

Serangan dimulai dengan memakan bagian tengah daun, sehingga daun yang terserang akan nampak berlubang menyerupai jendela.  Pada serangan berat, hanya akan tersisa tulang daunnya saja.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama ulat Epilachna sp. adalah sebagai berikut :
  1. Sanitasi kebun dengan mengendalikan gulma secara rutin.
  2. Pengendalian secara organik lebih diutamakan, yaitu dengan menggunakan pestisida nabati.
  3. Pengendalian kimiawi menggunakan insektisida berbahan aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau dimehipo dengan dosis sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan.

Nematoda (Meloidogyne incognita)

Nematoda sering juga disebut dengan nama bintil akar atau Root Knot Nematode, karena serangan hama ini ditandai adanya bintil-bintil kecil pada akar atau umbi yang menyerupai jerawat. Tanaman kentang yang terserang nematoda menunjukkan gejala pertumbuhan kerdil, daun menguning saat udara panas, daun yang mengering akan berguguran, apabila tanaman dicabut akan terlihat bintil-bintil pada akar atau umbi.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama nematoda adalah sebagai berikut :
Tidak menanam tanaman kentang pada daerah endemik.
Pemberian insektisida nematisida dengan bahan aktif karbofuran sebanyak 1 gr/tanaman.

PENYAKIT TANAMAN KENTANG

Busuk Daun (Phytophthora infestans)

Penyakit busuk daun disebabkan oleh infeksi patogen Phytophthora infestans. Cendawan tersebut dapat menyerang seluruh bagian tanaman, baik daun. Batang, pangkal batang, umbi, dan perakaran tanaman kentang. Hingga saat ini, Phytophthora insfestans masih merupakan penyakit utama yang sering menggagalkan panen, terutama terjadi pada musim hujan dengan suhu optimal untuk perkembangannya adalah 21¬°C.

Daun yang terserang menunjukkan gejala adanya bercak kecil kebasah-basahan berwarna hijau kelabu yang berubah menjadi cokelat kehitaman. Bercak meluas keseluruh daun sehingga daun akan membusuk dan kering. Daun yang membusuk tetap meggantuk pada tanaman, dan serangan akan meluas sampai ke batang atau cabang. Dibagian bawah daun terserang terdapat konidia spora berwana putih.

Serangan pada umbi ditandai denga adanya bercak berwarna cokelat sampai ungu kehitaman. Pada serangan berat, umbi akan membusuk dan tidak dapat dipanen. Penyakit ini juga menyerang umbi kentang saat di gudang penyimpanan.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit Phytophthora infestans adalah sebagai berikut :
  1. Sanitasi lingkungan, yaitu dengan memusnahkan tanaman terserang dan pengendalian gulma secara rutin.
  2. Pengaturan drainase sehingga tidak terjadi genangan air pada musim hujan.
  3. Pengendalian secara organik lebih diutamakan, yaitu dengan menggunakan pestisida nabati. Atau bisa juga menggunakan agensia hayati yaitu Trichoderma sp. atau Gliocladium sp.
  4. Pengendalian kimiawi menggunakan fungisida berbahan aktif simoksanil, famoksadon, dimetomorf, propamokarb hidroklorida, mankozeb, klorotalonil atau thiram dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan.

Layu Bakteri

Penyebab layu bakteri adalah bakteri Pseudomonas (Ralstonia) solanacearum. Gajala serangan ditandai dengan adanya beberapa daun muda pada pucuk tanaman mati dan menguningnya daun bagian bawah. Bila pangkal batang dipotong akan terlihat bercak berwarna cokelat pada kambiumnya berbentuk menyerupai cincin.

Serangan pada umbi detandai dengan adanya tanah basah berlendir yang menempel pada jung stolon atau bagian mata umbi atau bagian ujung umbi. Bila umbi dibelah akan nampak warna cokelat tua melingkar di bagian dagingnya. Tanda ini merupakan ciri khas serangan bakteri Pseudomonas (Ralstonia) solanacearum. Suhu uptimum untuk perkembangan bakteri adalah 27-37°C, sedangkan suhu yang menghambat pertumbuhannya 8-10°C.

Upaya pengendalian antara lain dengan meningkatkan pH tanah, memusnahkan tanaman kentang terserang, melakukan penggiliran tanaman, pengaturan drainase agar tidak terjadi genangan air pada musim hujan, serta penyemprotan kimiawi menggunakan bakterisida dari golongan antibiotik dengan bahan aktif kasugamisin, streptomisin sulfat, asam oksolinik, validamisin, atau oksitetrasiklin. Dosis/konsentrasi sesuai pada kemasan. Sebagai pencegahan, dapat diaplikasikan agensia Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. pada saat persiapan lahan, umur 20hst dan 35 hst dilakukan pengocoran menggunakan pestisida organik pada tanah, contoh wonderfat dengan dosis sesuai anjuran pada kemasan.

Layu Fusarium

Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Fusarium oxisporium. Gejala tanaman yang terserang penyakit ini sepintas mirip dengan serangan layu bakteri. Perbedaannya terletak pada pagian tanaman yang terserang, yaitu pada layu bakteri, jika bagian terserang dimasukkan ke dalam air maka akan keluar cairan putis susu meyerupai asap. Sedangkan pada layu fusarium tidak mengeluarkan cairan tersebut.

Upaya pengendalian antara lain dengan meningkatkan pH tanah, memusnahkan tanaman kentang terserang, melakukan penggiliran tanaman, pengaturan drainase agar tidak terjadi genangan air pada musim hujan, serta penyemprotan secara kimiawi menggunakan fungisida berbahan aktif benomil, metalaksil atau propamokarb hidroklorida. Dosis/konsentrasi sesuai pada kemasan. Sebagai pencegahan, secara biologi berikan trichoderma pada saat persiapan lahan, umur 20hst dan 35 hst dilakukan pengocoran dengan pestisida organik pada tanah, contoh wonderfat dengan dosis sesuai anjuran pada kemasan.

Bercak Daun Alternaria

Penyakit ini disebut juga dengan istilah cacar daun atau bercak kering yang disebabkan oleh serangan cendawan Alternaria solani. Pada daun tanaman terserang terdapat bercak-bercak cokelat sampai hitam yang terdapat warna kuning pada sekitar bercak tersebut. Serangan parah akan mengakibatkan daun mengering dan gugur. Selain menyerang daun cendawan Alternaria pori juga merang umbi kentang. Umbi yang terserang ditandai dengan adanya bercak-bercak gelap berbentuk bulat tidak teratur pada kulit umbi.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini adalah sebagai berikut :
  1. Sanitasi lingkungan, yaitu dengan memusnahkan tanaman terserang dan pengendalian gulma secara rutin.
  2. Pengaturan drainase sehingga tidak terjadi genangan air pada musim hujan.
  3. Pengendalian secara organik lebih diutamakan, yaitu dengan menggunakan pestisida nabati. Atau bisa juga menggunakan agensia hayati yaitu Trichoderma sp. atau Gliocladium sp.
  4. Pengendalian kimiawi menggunakan fungisida berbahan aktif benomil, difenokonazol, metil tiofanat, karbendazim, mankozeb, klorotalonil atau thiram dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan.

Kudis lak

Penyakit kudis lak disebut juga dengan nama stem-cancer atau black scurf yang disebabkan oleh infeksi cendawan Rhizoctonia solani. Cendawan ini dapat terbawa oleh umbi, tanah, maupun pupuk kandang.  Daun yang terserang akan menggulung ke arah dalam dengan tepi berwarna ungu, batang lebih pendek, terdapat nekrotis pada pangkal akar, jika menyerang umbi akan mengakibatkan stolon busuk yang berwarna cokelat tua sampai hitam dan akan muncul umbi-umbi kecil pada batang di atas tanah. Pada permukaan umbi terdapat koloni cendawan berbentuk noda yang berwarna cokelat sampai hitam.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini adalah sebagai berikut :
  1. Sanitasi lingkungan, yaitu dengan memusnahkan tanaman terserang dan pengendalian gulma secara rutin.
  2. Pengaturan drainase sehingga tidak terjadi genangan air pada musim hujan.
  3. Pengendalian secara organik lebih diutamakan, yaitu dengan menggunakan pestisida nabati. Atau bisa juga menggunakan agensia hayati yaitu Trichoderma sp. atau Gliocladium sp.
  4. Pengendalian kimiawi menggunakan fungisida berbahan aktif simoksanil, famoksadon, dimetomorf, propamokarb hidroklorida, mankozeb, klorotalonil atau thiram dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan.

Kudis

Penyakit kudis disebut juga dengan nama common scab yang disebabkan oleh serangan bakteri Streptomyces scabies. Secara umum gejala serangan penyakit ini tidak berbeda jauh dengan gejala serangan penyakit layu bakteri dan layu fusarium. Pada permukaan umbi yang terserang terdapat bercak-bercak berwana kemerahan hingga kecokelatan. Pada bagian yang terserang akan mengering, berkerut, mengeras, dan bagian dalamnya bertepung.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini adalah sebagai berikut :
  1. Sanitasi lingkungan, yaitu dengan memusnahkan tanaman terserang dan pengendalian gulma secara rutin.
  2. Pengaturan drainase sehingga tidak terjadi genangan air pada musim hujan.
  3. Pengendalian secara organik lebih diutamakan, yaitu dengan menggunakan pestisida nabati. Atau bisa juga menggunakan agensia hayati yaitu Trichoderma sp. atau Gliocladium sp.
  4. Pengendalian kimiawi menggunakan bakterisida berbahan aktif oksitetrasiklin, strptomicyn sulfat, kasugamisin, atau tembaga dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan.

Virus

Virus yang sering menyerang tanaman kentang diantaranya PLRV, PVX, PVY, dan CMV. Virus merupakan penyakit yang sangat berpotensi menimbulkan kegagalan terutama pada musim kemarau. Gejala serangan umumnya ditandai pertumbuhan tanaman kentang mengerdil, daun mengeriting dan terdapat bercak kuning kebasah-basahan. Penyakit virus sampai saat ini belum ditemukan penangkalnya. Penyakit virus ditularkan dari satu tanaman ke tanaman lain melalui vektor atau penular. Beberapa hama yang sangat berpotensi menjadi penular virus diantaranya thrips, kutu daun, kutu kebul, dan tungau. Manusia dapat juga berperan sebagai penular virus, baik melalui alat-alat pertanian maupun tangan terutama saat perempelan.

Beberapa upaya penanganan virus antara lain : membersihkan gulma (gulma berpotensi menjadi inang virus), mengendalikan hama/serangga penular virus, memusnahkan tanaman kentang terserang virus, kebersihan alat dan memberi pemahaman kepada tenaga kerja agar tidak ceroboh saat melakukan penanganan terhadap tanaman kentang.

No comments:

Post a Comment